Merespons Polemik Soal Khilafah
KUAMANGMEDIA.COM - Merespons Polemik Soal Khilafah dan Mengurai Makna Khilafah Antara Ilmu Pemerintahan dan Ideologi yang terjadi di indonesia beberapa pekan lalu yang banyak menuai polemik serta pemikiran-pemikiran radikal dari kelompok di luar Khilafatul Muslimin
Dikutip dari situs portal berita indonesia CNNIndonesia.com menyatakan, Polemik konvoi rombongan kelompok Khilafatul Muslimin di wilayah Jakarta Timur beberapa waktu lalu berbuntut panjang. Pasalnya, kelompok yang dipimpin oleh Abdul Qadir Baraja itu menyusuri jalanan dengan membawa panji khilafah.
Mereka membentangkan poster hingga mengibarkan bendera bertuliskan Khilafatul Muslimin selama konvoi. Akibat aksi itu, Abdul Qadir Baraja pun ditangkap pihak kepolisian, lalu apa dalil dari penangkapan tersebut.
Polisi menilai Baraja melakukan provokasi, menyebarkan berita bohong terhadap pemerintahan sah, dan mempromosikan khilafah sebagai solusi guna mengganti ideologi negara. Polisi juga menilai aksi yang dilakukan kelompok Baraja itu berpotensi makar.
Merespons Polemik Soal Khilafah
Merespons polemik soal khilafah, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Sulawesi Selatan Najamuddin mengingatkan masyarakat untuk tak mengidentikkan khilafah dengan terorisme. Sebab, makna khilafah sendiri ada dalam ajaran Islam. Ia memiliki arti kepemimpinan dan merupakan hal yang wajib dalam pandangan Islam.
Direktur Kurikulum, Sarana dan Prasarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan (KSKK) Kementerian Agama Mohamad Isom Yusqi mengamini juga khilafah sejatinya memang diajarkan dalam agama Islam. Khilafah merupakan sistem pemerintahan yang mengenalkan masa kepemimpinan para khalifah (pemimpin) usai wafatnya Nabi Muhammad.
"Materi khilafah itu di dalam Islam memang ada. Kan begitu Nabi Muhammad wafat tentu harus ada penggantinya yang memimpin umat di bidang pemerintahan dan memimpin umat di bidang kerohanian. Maka ditunjuk penggantinya namanya khalifah," kata Isom kepada CNNIndonesia.com, Kamis (9/6).
"Jadi sebenarnya konsep khilafah itu adalah konsep pemerintahan. Dalam satu tatanan masyarakat harus ada yang memerintah," sambung dia.(alert-passed)
Konsep khilafah ini bahkan diajarkan di lingkup pendidikan. Isom mengatakan materi khilafah diajarkan guna mengenalkan masyarakat terhadap ilmu tata negara.
"Dalam tatanan keilmuan ya diajarkan. Dan itu ilmu pemerintahan kan harus ada. Kan masyarakat harus tahu tentang ilmu tata negara," ujarnya.
Keterangan dari Bpk Munadi (50), wali murid Madrasah Aliyah Negeri (MAN) di Jombang, Jawa Timur, menemukan mata pelajaran fiqih kelas XII yang diduga mengandung konten khilafah dan jihad. Foto: CNN Indonesia/Kurniawan Dian(alert-error)
Ia menyampaikan pelajaran tentang khilafah dimuat dalam mata pelajaran sejarah dan fikih. Dalam sejarah, materi khilafah mengenalkan para pemimpin Islam usai wafatnya Nabi Muhammad SAW seperti Khalifah Abu Bakar As-Siddiq hingga Ali bin Abi Thalib.
Sementara dalam fikih, khilafah mengenalkan model-model pemerintahan Islam di bawah kepemimpinan para khalifah.
"Kalau kita urut dari Abu Bakar itu kan beda-beda. Abu Bakar itu penunjukan, kemudian kepada Umar itu juga penunjukan, kemudian Sayyidina Usman pakai musyawarah. Itu kan beda-beda juga. Dan itu diajarkan. Dan kemudian dikontekstualisasikan dengan kondisi sekarang," jelasnya.(alert-passed)
Ia juga mengatakan meski sempat dibatasi pada 2019, materi tentang khilafah tetap disediakan dalam pelajaran agama. Namun demikian, isi materinya diubah.
"Konten tentang khilafah yang kemudian mengarah kepada ideologisasi itu kita ubah menjadi khilafah itu pemerintahan ilmu tata negara," ungkapnya.
Diketahui, pada 2019 materi tentang khilafah dan jihad sempat memicu polemik lantaran muncul dalam soal ujian akhir semester (UAS) di Jawa Timur. Kemenag pun memutuskan untuk merevisi kedua materi tersebut dan memindahkannya dari pelajaran Fikih ke Sejarah Kebudayaan Islam (SKI).
Lebih lanjut, Isom juga mengatakan pihaknya memberikan pelatihan dan panduan kepada guru-guru untuk memastikan pengajaran materi khilafah sesuai dengan kondisi saat ini. Ia tak ingin materi khilafah diseret ke arah ideologisasi.
"Kita harus kontekstualisasikan dengan kondisi sekarang. Jangan kemudian diseret-seret kepada ideologisasi. Kan kadang-kadang menyeret-nyeret ke ideologisasi. Itu kan mengenang masa lalu, ada glorifikasi terhadap masa lalu," ucapnya.(alert-warning)
Sementara itu, Sekretaris Jenderal MUI Amirsyah Tambunan mengatakan pemaknaan literasi soal khilafah seringkali disalahgunakan di dalam konteks bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Amirsyah mengakui Khilafah di dalam ajaran Islam memang merupakan sesuatu yang sudah dikenal. Namun, kata dia, implementasinya bersifat dinamis.
"Ijtima Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia ke-7 2021 lalu menyatakan khilafah bukan satu-satunya model/sistem kepemimpinan yang diakui dan dipraktikkan dalam Islam. Dalam dunia Islam terdapat beberapa model/sistem pemerintahan seperti: monarki, keemiran, kesultanan, dan republik," kata Amirsyah.(alert-passed)
Amirsyah mengatakan Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI kala itu menyimpulkan bangsa Indonesia sepakat membentuk Negara Kesatuan yang berbentuk Republik. Hal itu dilakukan sebagai ikhtiar maksimal untuk mewujudkan cita-cita bangsa sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945.
Dia mengingatkan bahwa 'khilafah' sejatinya mengandung konsekuensi yang sangat luas. Menurutnya, apabila bermain dengan kata-kata apalagi dalam berbahasa Islam dan Alquran bisa berimplikasi luas.
"Kita sepakat tidak ingin bermain kata-kata, karena kata-kata dipermainkan, apalagi dalam bahasa Islam dan bahasa Alquran, itu akan sangat berimplikasi luas," kata dia.
Negara mana yang sudah sukses dengan khilafah? Wkwkwk
ReplyDelete